Rabu, 04 November 2015

Gunungapi Purba Muria

Gunungapi Purba Muria
A.      Letak Gunung Muria
Komplek Gunung Muria terletak di Semenanjung Muria, yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Jepara, Kudus dan Pati, Provinsi Jawa Tengah. Komplek ini berasosiasi dengan Gunung Muria yang tidak aktif dan terpotong, yang dihasilkan dari busur kepulauan, sesar Jawa Tengah terutama di daerah Rembang.
Menurut Volkanostratigrafi, Gunung Muria menempati sebagian besar Semenanjung Muria, berdiameter ± 50 km dengan puncak tertinggi mencapai ± 1602 m. Berdasarkan interpretasi analisis foto udara terlihat topografi daerah puncak Gunung Muria sangat kasar dan terdapat 4 daerah depresi yang mencerminkan adanya bentuk kawah-kawah gunungapi, yang diduga merupakan sisa-sisa kawah gunungapi masa lalu dari aktivitas Gunung Muria. Kawah-kawah tersebut membentuk arah memanjang dengan arah N 150 E sejajar dengan sistem rekahan (fracture) utama. Dimensi dari kawah-kawah tersebut bervariasi dari 2 sampai 4 km, mempunyai 1 atau 2 kubah lava yang terbentuk di bagian dalam kawah. Kawah-kawah tersebut, dari tua ke muda adalah sebagai berikut : Kawah I (M1), Kawah II (M2), Kawah III (M3) dan kawah IV (M4).
B.      Sosial Masyarakat

Tradisi yang tumbuh  di kalangan masyarakat Muria tidak lepas dari salah satu sosok wali songo, yaitu sunan muria.  Realitas budaya syukuran sebagai bentuk rasa syukur kepada alam dan Tuhannya dengan membawa ikan bakar, sambel teri, gudangan, dan saus pace yang secara masal dilaksanakan oleh masyarakat Colo Muria. Akan tetapi, budaya itu sampai saat ini sudah punah, entah karena pergeseran nilai-nilai budaya atau kehidupan moral.
Bukan hanya itu saja, setiap Hari Besar Islam tak luput Warga sekitar gunung Muria mengadakan sebuah acara yang dinamakan bancakan. Semacam acara tahunan yang bertujuan untuk menghormati dan mensyukuri apa yang ada di dunia ini, khususnya untuk masyarakat sekitar Sunan Muria. Ada pula Haul atau peringatan satu tahun masyarakat Muria yang ramai didatangi para peziarah baik di pasar maupun sekitar makam Sunan Muria.
Di samping itu pula tradisi yang masih berlaku pada saat ini dan masih menjadi kepercayaan desa Colo adalah masyarakat Colo khususnya tidak berani bekerja maupun ada kerjaan, hajat dan sebagainya pada hari Kamis Legi dan Jumat Pahing, karena konon hari tersebut merupakan hari istimewa bagi Sunan Muria yaitu hari dimana Sunan Muria melakukan sarasehan terhadap masyarakat dan hari dimana untuk melakukan pengajian.
Dan apabila masyarakat Colo ingin melakukan pekerjaannya maupun ada hajat tertentu, maka masyarakat Colo tersebut sebelumnya harus ziarah ke makam Sunan Muria dan melakukan selametan agar tidak mendapat balak maupun sesuatu yang tidak baik. Salah satu keberhasilan dakwah Sunan Muria sebagaimana para wali lainnya terletak pada kemampuannya memahami kondisi sosiologis masyarakatnya. Tradisi dan budaya yang dikembangkan oleh sunan muria kepada masyarakat Colo Muria masih terdapat unsur anamisme dan dinamisme yang amat kental sampai sekarang ini, dan menjadi kekayaan budaya dan kearifan lokal di tanah pertiwi ini.

C.      Karakteristik Vulkanik Muria
Kalau masyarakat colo mewarnai  Muria dari tradisinya, lain halnya jika Muria dilihat dari segi kegunungannya. Muria memberi warna tersendiri bagi para peneliti kegunungapian karena litologinya yang sangat komplek.  Secara regional, Kompleks Volkanik Muria berada di luar Jalur Gunungapi Kuarter Jawa. Produk gunungapinya secara petrografi dan geokimia berbeda dengan asosiasi busur kepulauan yang normal seperti pada gunungapi - gunungapi Kuarter di Jawa. Selain daripada itu, Kompleks Vulkanik Muria masih memperlihatkan karakter busur kepulauan dengan elemen kuat lapangan dari rendah hingga tinggi.





Gambar 2.1 Penampang geologi skematik (tanpa skala) di sekitar Semenanjung Muria (NEWJEC, 1996)


Gunung Muria adalah gunungapi poligenetis yang memiliki aktifitas erupsi siklis yang bergantian antara fase dengan dominasi erupsi samping dan fase dengan dominasi erupsi pusat (Gambar 2.1). Erupsi samping kemungkinan menyertai erupsi pusat. Dalam hal ini, perubahan titik erupsi dari erupsi pusat menjadi erupsi samping biasa terjadi.
Pemetaan geologi dan analisis stratigrafi telah menyimpulkan bahwa aktifitas kegunungapian dari Gunung Muria didominasi oleh lubang (vent) erupsi pusat yang diperlihatkan oleh lebih dari 70% total produk gunungapi yang terpetakan selama periode aktifitasnya (NTT, 2000). Material gunungapi produk erupsi pusat memiliki volume yang lebih besar dan jarak perjalanan yang lebih jauh daripada erupsi samping (flank). Keadaan ini menyarankan bahwa perubahan suplai magma dan energi yang melalui lubang pusat lebih besar daripada erupsi samping.
Erupsi pusat Gunung Muria berasal dari satu kawah yang tidak dapat dikenali dan empat kawah yang dapat dikenali yang muncul dan bergeser dalam zona dangkal dengan arah N 150 E paralel terhadap sistem rekahan utama di daerah puncak tertinggi (Gambar 2.2). Kawah - kawah tersebut menghasilkan material volkanik secara bergantian yang berupa aliran piroklastik, jatuhan piroklastik, dan lava seperti yang ditunjukkan dalam sistem stratovolcano. Reworked dari material volkanik ini menghasilkan endapan lahar yang tersebar di kaki Gunung Muria. Sedangkan titik erupsi samping menghasilkan kubah lava dan aliran lava.





Gambar 2.2 Kawah Gunung Muria dan penyebaran produk vulkaniknya di sekitar puncak tertinggi (NEWJEC, 1996).
D.      Pra-sejarah Aktifitas Kegunugapian
Gunung Muria dapat dibagi atas dua episode erupsi yang disebut sebagai Vulkanisme Muria Tua dan Vulkanisme Muria Muda. Erupsi pada Vulkanisme Muria Tua dimulai pada umur yang kira-kira sama dengan Gunung Genuk Tua (1.65 Ma). Diperkirakan setelah mengalami masa tidak aktif (dormant) yang panjang, suatu erupsi yang sangat eksplosif terjadi selama pembentukan kaldera Muria. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan tahap pembentukan kerucut komposit Muria Muda sekitar umur 0.8 Ma hingga 0.32 Ma. Berdasarkan hal tersebut, diperkirakan masa hidup (lifetime) system kaldera Gunung Muria berada pada kisaran umur 1.65 Ma dan 0.84 Ma (0.85 Ma). Sedangkan Gunung Muria Muda diperkirakan mempunyai masa hidup kurang lebih 0.48 Ma. Analisis contoh batuan Gunung Muria oleh NEWJEC, 1995 dan NTT, 1998 dalam NTT, 2000 menyatakan bahwa interval masa tenang minimum dari aktifitas gunungapi Muria secara statistik adalah 10.000 tahun, sementara interval masa tenang maksimumnya adalah 230.000 tahun.
Sistem kaldera Gunung Muria kemungkinan ditunjukkan oleh keberadaan daerah depresi berukuran besar dengan diameter 3 – 5 km di daerah puncak tertinggi, berlimpahnya kandungan pumice pada fragmen dan matrik unit aliran piroklastik (M1pf2) dari Muria Tua, dan keberadaan kubah lava dengan pola melingkar di sekitar Gunung Muria. Unit aliran piroklastik kaya pumice (M1pf2) dapat menunjukkan kejadian pembentukan kaldera yang sangat eksplosif di antara aktifitas stratovolcano Muria Tua dan Muria Muda. Namun penafsiran ini masih membutuhkan klarifikasi. Jika demikian halnya, maka terdapat dua tahap pembentukan stratovolcano Muria, yang disebut sebagai Muria Tua dan Muria Muda, dan satu tahap penghancuran untuk membentuk kaldera di antara tahap kedua tahap pembentukan tersebut. Lebih jauh lagi, jika daerah depresi pada daerah puncak tertinggi Muria diperhitungkan sebagai hasil dari erupsi yang sangat eksplosif maka terdapat beberapa episode pembentukan kaldera pada sistem kegunungapian Muria.
Dengan mengasumsikan bahwa temuan tersebut di atas reasonable dan acceptable, maka kegunungapian Muria diawali dengan tahap pembentukan stratovolcano, dilanjutkan dengan kejadian pembentukan kaldera yang merupakan periode penghancuran, dan diakhiri oleh tahap pembentukan stratovolcano kembali.
Tiga formasi maar yang disebut sebagai Gembong, Bambang, dan Gunungrowo diamati di sekitar Gunung Muria. Satu depresi melingkar yang disebut sebagai Bangsri dianggap sebagai maar juga. Maar - maar tersebut dianggap sebagai gunungapi monogenetic yang ditafsirkan berhubungan dengan sistem kegunungapian Muria. Sesuai dengan data umur yang tersedia, ditafsirkan masa hidup rangkaian maar tersebut berkisar antara 0.75 dan 0.5 Ma (NTT, 2000).
E.       Sejarah Aktifitas Kegunugapian
Tidak terdapat rekaman sejarah aktifitas kegunungapian Kompleks Vulkanik Muria pada katalog gunungapi dan selama umur kehidupan manusia sejauh ini (NTT, 2000). Hal ini menyarankan bahwa Kompleks Vulkanik Muria dapat diklasifikasikan sebagai gunungapi yang sedang tidur (dormant volcano).
Manifestasi aktifitas magmatik sekarang pada gunungapi dinyatakan dengan dasar pemantauan seismik, survei gravitasi dan magnetik, pengukuran gradien thermal, dan pengukuran gas isotopik.
Studi seismik temporal menggunakan pemantauan micro-earthquake di Kompleks Vulkanik Muria memperlihatkan tidak adanya konsentrasi episenter di bawah Kompleks Muria (NTT, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa rekaman micro-earthquakes selama periode pemantauan tidak berhubungan dengan aktifitas magmatik Kompleks Muria, melainkan hanya berhubungan dengan aktifitas patahan. Tidak adanya rekaman sejarah gempabumi gunungapi di bawah Gunung Muria tidak berarti bahwa gempa tersebut tidak
akan muncul di masa mendatang. Gempabumi gunungapi biasanya muncul hanya dalam hitungan minggu atau bulan sebelum erupsi. Data yang diperoleh tersebut di atas menyatakan bahwa hasil pemantauan micro-earthquakes kemungkinan tidak dapat menentukan keadaan kapabilitas dari Kompleks Muria. Namun demikian, sesuai dengan data seismisitas yang tersedia, Kompleks Vulkanik Muria dapat dipertimbangkan secara aman sebagai gunungapi yang tidak mampu (non capable volcano).
Survei gravitasi dan magmatik menyarankan bahwa struktur patahan bawah permukaan di Kompleks Vulkanik Muria disebabkan oleh aktifitas tektonik dan tidak berhubungan dengan aktifitas kegunungapian (NTT, 2000). Hal ini menyatakan bahwa Gunung Muria dapat dipertimbangkan secara aman sebagai gunungapi yang tidak mampu (non capable volcano).
Analisis Petrologi
Sukhyar, dkk. (1998) menyimpulkan bahwa batuan volkanik seri HK atau batuan vulkanik Muria Muda terbentuk pada derajat rendah dari pelelehan parsial mantel dibandingkan dengan batuan vulkanik seri K atau batuan vulkanik Muria Tua (NTT, 2000). Pola struktural di Laut Jawa yang melingkupi Kompleks Vulkanik Muria didominasi oleh sesar geser setidaknya sejak zaman Holosen (10.000 tahun). Hal - hal tersebut mengindikasikan bahwa tektonik utama yang bekerja di daerah itu pada waktu tersebut adalah rezim ekstensi. Situasi ini menjadikan lebih sulit untuk menghasilkan magma baru di masa depan sampai dengan rezim tektoniknya berubah. Dengan kata lain, Kompleks Vulkanik Muria tidak akan mengalami erupsi dalam waktu dekat di masa depan.
Pengeplotan SiO2 batuan volkanik vs usia historikal dengan menggunakan data yang tersedia menunjukkan bahwa produk erupsi terakhir berasal dari diferensiasi kumpulan magma sebelumnya. Bila tidak terdapat masukan magma baru, aktifitas erupsi Kompleks Vulkanik Muria akan berasal dari magma yang mendingin dari kumpulan magma terakhir. Peristiwa ini biasanya menyebabkan erupsi bertipe freatik bila panas dari magma yang mendingin mengalami kontak dengan air tanah. Masukan magma baru dapat dideteksi dengan pemantauan gempabumi gunungapi di bawah Vulkanik Muria. NTT (2000) menyatakan bahwa hal tersebut merupakan indikasi tidak adanya konsentrasi episenter di bawah Kompleks Vulkanik Muria. Sehingga Gunung Muria dapat dianggap sebagai gunungapi yang tidak berkemampuan (non capable) untuk erupsi magmatik dalam waktu dekat di masa depan.
F.       Manfaat Material Trass Gunungapi Muria
Gunung muria merupakan gunungapi purba yang telah mengalami erosi tingkat lanjut. Material erupsi lampau telah mengalami transportasi yang sangat panjang.  Salah satu bahan lokal hasil erosi ini yang dapat dimanfaatkan adalah tras. Tras merupakan batuan piroklastik tuff yang telah mengalami perubahan komposisi kimia yang disebabkan oleh pelapukan dan pengaruh kondisi air bawah tanah. Bahan galian ini berwarna putih kekuningan hingga putih kecoklatan, kompak dan padu. Tras memiliki bahan penyusun kimia yaitu SiO2 (62,85%), Al2O3 (18,18%), Fe2O3 (4,99%), MnO (0,06%), Na2O (1,86%) dan K2O (3,45%) (Hijhoff, 1970). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air.
Tras merupakan pozolan yang dapat dipakai sebagai bahan ikat tambahan atau sebagai pengganti sebagian semen portland. Pozolan didefinisikan sebagai material yng mengandung silika atau aluminosilika yang tidak memiliki sifat seperti semen namun bila berukuran kecil dan terdapat air, campuran pozolan dengan kalsium hidroksida pada temperatur kamar memiliki sifat perekat. Campuran tersebut dapat memadat dengan sendirinya.