Gunungapi Purba Muria
A. Letak Gunung Muria
Komplek Gunung Muria terletak di Semenanjung Muria, yang
termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Jepara, Kudus dan Pati, Provinsi Jawa
Tengah. Komplek ini berasosiasi dengan Gunung Muria yang tidak aktif dan
terpotong, yang dihasilkan dari busur kepulauan, sesar Jawa Tengah terutama di
daerah Rembang.
Menurut Volkanostratigrafi, Gunung Muria menempati sebagian
besar Semenanjung Muria, berdiameter ± 50 km dengan puncak tertinggi mencapai ±
1602 m. Berdasarkan interpretasi analisis foto udara terlihat topografi daerah
puncak Gunung Muria sangat kasar dan terdapat 4 daerah depresi yang
mencerminkan adanya bentuk kawah-kawah gunungapi, yang diduga merupakan
sisa-sisa kawah gunungapi masa lalu dari aktivitas Gunung Muria. Kawah-kawah
tersebut membentuk arah memanjang dengan arah N 150 E sejajar dengan sistem
rekahan (fracture) utama. Dimensi dari kawah-kawah tersebut bervariasi dari 2
sampai 4 km, mempunyai 1 atau 2 kubah lava yang terbentuk di bagian dalam
kawah. Kawah-kawah tersebut, dari tua ke muda adalah sebagai berikut : Kawah I
(M1), Kawah II (M2), Kawah III (M3) dan kawah IV (M4).
B. Sosial Masyarakat
Tradisi yang tumbuh
di kalangan masyarakat Muria tidak lepas dari salah satu sosok wali
songo, yaitu sunan muria. Realitas
budaya syukuran sebagai bentuk rasa syukur kepada alam dan Tuhannya dengan
membawa ikan bakar, sambel teri, gudangan, dan saus pace yang secara masal
dilaksanakan oleh masyarakat Colo Muria. Akan tetapi, budaya itu sampai saat
ini sudah punah, entah karena pergeseran nilai-nilai budaya atau kehidupan
moral.
Bukan hanya itu saja, setiap Hari Besar Islam tak luput
Warga sekitar gunung Muria mengadakan sebuah acara yang dinamakan bancakan.
Semacam acara tahunan yang bertujuan untuk menghormati dan mensyukuri apa yang
ada di dunia ini, khususnya untuk masyarakat sekitar Sunan Muria. Ada pula Haul
atau peringatan satu tahun masyarakat Muria yang ramai didatangi para peziarah
baik di pasar maupun sekitar makam Sunan Muria.
Di samping itu pula tradisi yang masih berlaku pada saat ini
dan masih menjadi kepercayaan desa Colo adalah masyarakat Colo khususnya tidak
berani bekerja maupun ada kerjaan, hajat dan sebagainya pada hari Kamis Legi
dan Jumat Pahing, karena konon hari tersebut merupakan hari istimewa bagi Sunan
Muria yaitu hari dimana Sunan Muria melakukan sarasehan terhadap masyarakat dan
hari dimana untuk melakukan pengajian.
Dan apabila masyarakat Colo ingin melakukan pekerjaannya
maupun ada hajat tertentu, maka masyarakat Colo tersebut sebelumnya harus ziarah
ke makam Sunan Muria dan melakukan selametan agar tidak mendapat balak maupun
sesuatu yang tidak baik. Salah satu keberhasilan dakwah Sunan Muria sebagaimana
para wali lainnya terletak pada kemampuannya memahami kondisi sosiologis
masyarakatnya. Tradisi dan budaya yang dikembangkan oleh sunan muria kepada
masyarakat Colo Muria masih terdapat unsur anamisme dan dinamisme yang amat
kental sampai sekarang ini, dan menjadi kekayaan budaya dan kearifan lokal di
tanah pertiwi ini.
C. Karakteristik Vulkanik Muria
Kalau masyarakat colo mewarnai Muria dari tradisinya, lain halnya jika Muria
dilihat dari segi kegunungannya. Muria memberi warna tersendiri bagi para
peneliti kegunungapian karena litologinya yang sangat komplek. Secara regional, Kompleks Volkanik Muria
berada di luar Jalur Gunungapi Kuarter Jawa. Produk gunungapinya secara
petrografi dan geokimia berbeda dengan asosiasi busur kepulauan yang normal
seperti pada gunungapi - gunungapi Kuarter di Jawa. Selain daripada itu,
Kompleks Vulkanik Muria masih memperlihatkan karakter busur kepulauan dengan
elemen kuat lapangan dari rendah hingga tinggi.
Gambar 2.1 Penampang
geologi skematik (tanpa skala) di sekitar Semenanjung Muria (NEWJEC, 1996)
Gunung Muria adalah gunungapi poligenetis yang memiliki aktifitas
erupsi siklis yang bergantian antara fase dengan dominasi erupsi samping dan
fase dengan dominasi erupsi pusat (Gambar 2.1). Erupsi samping kemungkinan
menyertai erupsi pusat. Dalam hal ini, perubahan titik erupsi dari erupsi pusat
menjadi erupsi samping biasa terjadi.
Pemetaan geologi dan analisis stratigrafi telah menyimpulkan
bahwa aktifitas kegunungapian dari Gunung Muria didominasi oleh lubang (vent)
erupsi pusat yang diperlihatkan oleh lebih dari 70% total produk gunungapi yang
terpetakan selama periode aktifitasnya (NTT, 2000). Material gunungapi produk
erupsi pusat memiliki volume yang lebih besar dan jarak perjalanan yang lebih
jauh daripada erupsi samping (flank).
Keadaan ini menyarankan bahwa perubahan suplai magma dan energi yang melalui lubang
pusat lebih besar daripada erupsi samping.
Gambar 2.2 Kawah
Gunung Muria dan penyebaran produk vulkaniknya di sekitar puncak tertinggi (NEWJEC,
1996).
D. Pra-sejarah Aktifitas Kegunugapian
Gunung Muria dapat dibagi atas dua episode erupsi yang
disebut sebagai Vulkanisme Muria Tua dan Vulkanisme Muria Muda. Erupsi pada
Vulkanisme Muria Tua dimulai pada umur yang kira-kira sama dengan Gunung Genuk
Tua (1.65 Ma). Diperkirakan setelah mengalami masa tidak aktif (dormant) yang
panjang, suatu erupsi yang sangat eksplosif terjadi selama pembentukan kaldera
Muria. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan tahap pembentukan kerucut
komposit Muria Muda sekitar umur 0.8 Ma hingga 0.32 Ma. Berdasarkan hal
tersebut, diperkirakan masa hidup (lifetime) system kaldera Gunung Muria berada
pada kisaran umur 1.65 Ma dan 0.84 Ma (0.85 Ma). Sedangkan Gunung Muria Muda
diperkirakan mempunyai masa hidup kurang lebih 0.48 Ma. Analisis contoh batuan
Gunung Muria oleh NEWJEC, 1995 dan NTT, 1998 dalam NTT, 2000 menyatakan bahwa
interval masa tenang minimum dari aktifitas gunungapi Muria secara statistik
adalah 10.000 tahun, sementara interval masa tenang maksimumnya adalah 230.000
tahun.
Sistem kaldera Gunung Muria kemungkinan ditunjukkan oleh
keberadaan daerah depresi berukuran besar dengan diameter 3 – 5 km di daerah
puncak tertinggi, berlimpahnya kandungan pumice pada fragmen dan matrik unit
aliran piroklastik (M1pf2) dari Muria Tua, dan keberadaan kubah lava dengan
pola melingkar di sekitar Gunung Muria. Unit aliran piroklastik kaya pumice
(M1pf2) dapat menunjukkan kejadian pembentukan kaldera yang sangat eksplosif di
antara aktifitas stratovolcano Muria Tua dan Muria Muda. Namun penafsiran ini
masih membutuhkan klarifikasi. Jika demikian halnya, maka terdapat dua tahap
pembentukan stratovolcano Muria, yang disebut sebagai Muria Tua dan Muria Muda,
dan satu tahap penghancuran untuk membentuk kaldera di antara tahap kedua tahap
pembentukan tersebut. Lebih jauh lagi, jika daerah depresi pada daerah puncak
tertinggi Muria diperhitungkan sebagai hasil dari erupsi yang sangat eksplosif
maka terdapat beberapa episode pembentukan kaldera pada sistem kegunungapian
Muria.
Dengan mengasumsikan bahwa temuan tersebut di atas reasonable dan acceptable, maka kegunungapian Muria diawali dengan tahap
pembentukan stratovolcano, dilanjutkan dengan kejadian pembentukan kaldera yang
merupakan periode penghancuran, dan diakhiri oleh tahap pembentukan stratovolcano kembali.
Tiga formasi maar yang disebut sebagai Gembong, Bambang, dan
Gunungrowo diamati di sekitar Gunung Muria. Satu depresi melingkar yang disebut
sebagai Bangsri dianggap sebagai maar juga. Maar - maar tersebut dianggap
sebagai gunungapi monogenetic yang ditafsirkan berhubungan dengan sistem
kegunungapian Muria. Sesuai dengan data umur yang tersedia, ditafsirkan masa
hidup rangkaian maar tersebut berkisar antara 0.75 dan 0.5 Ma (NTT, 2000).
E. Sejarah Aktifitas Kegunugapian
Tidak terdapat rekaman sejarah aktifitas kegunungapian
Kompleks Vulkanik Muria pada katalog gunungapi dan selama umur kehidupan
manusia sejauh ini (NTT, 2000). Hal ini menyarankan bahwa Kompleks Vulkanik
Muria dapat diklasifikasikan sebagai gunungapi yang sedang tidur (dormant volcano).
Manifestasi aktifitas magmatik sekarang pada gunungapi
dinyatakan dengan dasar pemantauan seismik, survei gravitasi dan magnetik,
pengukuran gradien thermal, dan pengukuran gas isotopik.
Studi seismik temporal menggunakan pemantauan micro-earthquake
di Kompleks Vulkanik Muria memperlihatkan tidak adanya konsentrasi episenter di
bawah Kompleks Muria (NTT, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa rekaman
micro-earthquakes selama periode pemantauan tidak berhubungan dengan aktifitas
magmatik Kompleks Muria, melainkan hanya berhubungan dengan aktifitas patahan.
Tidak adanya rekaman sejarah gempabumi gunungapi di bawah Gunung Muria tidak
berarti bahwa gempa tersebut tidak
akan muncul di masa mendatang. Gempabumi gunungapi biasanya
muncul hanya dalam hitungan minggu atau bulan sebelum erupsi. Data yang
diperoleh tersebut di atas menyatakan bahwa hasil pemantauan micro-earthquakes
kemungkinan tidak dapat menentukan keadaan kapabilitas dari Kompleks Muria.
Namun demikian, sesuai dengan data seismisitas yang tersedia, Kompleks Vulkanik
Muria dapat dipertimbangkan secara aman sebagai gunungapi yang tidak mampu (non
capable volcano).
Survei gravitasi dan magmatik menyarankan bahwa struktur
patahan bawah permukaan di Kompleks Vulkanik Muria disebabkan oleh aktifitas
tektonik dan tidak berhubungan dengan aktifitas kegunungapian (NTT, 2000). Hal
ini menyatakan bahwa Gunung Muria dapat dipertimbangkan secara aman sebagai
gunungapi yang tidak mampu (non capable
volcano).
Analisis Petrologi
Sukhyar, dkk. (1998) menyimpulkan bahwa batuan volkanik seri
HK atau batuan vulkanik Muria Muda terbentuk pada derajat rendah dari pelelehan
parsial mantel dibandingkan dengan batuan vulkanik seri K atau batuan vulkanik
Muria Tua (NTT, 2000). Pola struktural di Laut Jawa yang melingkupi Kompleks
Vulkanik Muria didominasi oleh sesar geser setidaknya sejak zaman Holosen
(10.000 tahun). Hal - hal tersebut mengindikasikan bahwa tektonik utama yang
bekerja di daerah itu pada waktu tersebut adalah rezim ekstensi. Situasi ini
menjadikan lebih sulit untuk menghasilkan magma baru di masa depan sampai
dengan rezim tektoniknya berubah. Dengan kata lain, Kompleks Vulkanik Muria
tidak akan mengalami erupsi dalam waktu dekat di masa depan.
Pengeplotan SiO2 batuan volkanik vs usia historikal dengan
menggunakan data yang tersedia menunjukkan bahwa produk erupsi terakhir berasal
dari diferensiasi kumpulan magma sebelumnya. Bila tidak terdapat masukan magma
baru, aktifitas erupsi Kompleks Vulkanik Muria akan berasal dari magma yang
mendingin dari kumpulan magma terakhir. Peristiwa ini biasanya menyebabkan
erupsi bertipe freatik bila panas dari magma yang mendingin mengalami kontak
dengan air tanah. Masukan magma baru dapat dideteksi dengan pemantauan
gempabumi gunungapi di bawah Vulkanik Muria. NTT (2000) menyatakan bahwa hal
tersebut merupakan indikasi tidak adanya konsentrasi episenter di bawah
Kompleks Vulkanik Muria. Sehingga Gunung Muria dapat dianggap sebagai gunungapi
yang tidak berkemampuan (non capable) untuk erupsi magmatik dalam waktu dekat
di masa depan.
F. Manfaat Material Trass Gunungapi Muria
Gunung muria merupakan gunungapi purba yang telah mengalami
erosi tingkat lanjut. Material erupsi lampau telah mengalami transportasi yang
sangat panjang. Salah satu bahan lokal
hasil erosi ini yang dapat dimanfaatkan adalah tras. Tras merupakan batuan
piroklastik tuff yang telah mengalami perubahan komposisi kimia yang disebabkan
oleh pelapukan dan pengaruh kondisi air bawah tanah. Bahan galian ini berwarna
putih kekuningan hingga putih kecoklatan, kompak dan padu. Tras memiliki bahan
penyusun kimia yaitu SiO2 (62,85%), Al2O3 (18,18%), Fe2O3 (4,99%), MnO (0,06%),
Na2O (1,86%) dan K2O (3,45%) (Hijhoff, 1970). Oksida-oksida tersebut dapat
bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air.
Tras merupakan pozolan yang dapat dipakai sebagai bahan ikat
tambahan atau sebagai pengganti sebagian semen portland. Pozolan didefinisikan
sebagai material yng mengandung silika atau aluminosilika yang tidak memiliki
sifat seperti semen namun bila berukuran kecil dan terdapat air, campuran
pozolan dengan kalsium hidroksida pada temperatur kamar memiliki sifat perekat.
Campuran tersebut dapat memadat dengan sendirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar